Sabtu, 20 Oktober 2012

Pergaulan Dalam Hindu

Manusia dikatakan sebagai mahkluk individu dan juga sebagai mahkluk social. Sebagai mahkluk social manusia memerlukan hubungan dengan sesamanya, karena manusia tidak akan mungkin hidup sendirian. Betapapun kaya nya, manusia itu, betapapun kuatnya, betapapun pintarnya, ia pasti memiliki kekurangan, kekurangan itulah yang dilengkapi oleh sesamanya atau oleh sesamanya. Untuk  dapat dilengkapi itu, manusia harus melakukan pendekatan, pendekatan untuk membangun hubungan yang baik, berupa pergaulan. Ajaran Hindu, mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa mengembangkan dan membangun hubungan yang baik, bergaul yang baik, menjalin persahabatan sebagai bentuk kebersamaan guna mewujudkan cita-cita berupa kesejahteraan bersama.
Dalam ajaran Hindupun diajarkan hendaknya setiap orang menghindarkan dirinya bergaul dengan orang-orang yang tercela, dan diharapkan bergaul dengan orang-orang yang bijaksana, demikian pula kebangsawanan sesungguhnya hanya dapat diperoleh melalui amal kebajikan. Perintah untuk meninggalkan pergaulan dengan orang-orang tercela tersurat di dalam kitab suci Veda, Rg.Veda X.53.8 :
Asmanvati riyate sam rabhadhavam,
Uttisthata pra tarata sakhyah,
Atra jahama ye asan asevah,
Sivan vayam uttaremabhi vajan
Terjemahannya:
Wahai teman-teman, dunia yang penuh dosa dan penuh duka ini berlalu bagaikan sebuah sungai yang alirannya dirintangi oleh batu besar (yang dimakan oleh arus air) yang berat. Tekunlah, bangkitlah, dan sebrangilah ia. Tinggalkan persahabatan dengan orang-orang tercela. Sebrangilah sungai kehidupan untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran.

Petikan Mantra suci Veda mengajarkan hendaknya setiap orang menghindarkan dirinya bergaul dengan orang-orang yang tercela, dan bergaulah dengan orang-orang yang bijaksana (suci). Karena dengan pergaulan (Sańsarga) dengan orang bijaksana (suci) akan membentuk karakter manusia yang bermoral, dan berbudhi pekerti yang luhur, serta dapat meningkatkan kualilitas hidup manusia menuju manusia yang utuh secara jasmani dan rohani. Keyakinan ini kalau di renungi dengan konsep ajaran Tri Pramana yaitu Sabda/Agama Pramana, Anumana Pramana dan Praktyaksa Pramana maka kebenarannya tidaklah meragukan. Pertumbuhan dan kedewasaan manusia baik secara fisik maupun rohani sangat besar disebabkan karena faktor lingkungan yang ada di luar dirinya, proses terjadinya pengaruh ini masuk melalui Panca Budhīndriya dan Panca Karméndriya manusia itu. Contoh misalnya; Indriya pada telinga, kalau seseorang dalam hidupnya indriya telinganya hanya di gunakan untuk mendengarkan hal-hal tentang kesuksessan, keindahan, kesucian, maka seketika atau melalui sebuah proses lambatlaun emosi kejiwaan yang tumbuh dalam diri seseorang ingin merasakan kesuksessan, keindahan, dan kesucian dalam dirinya. Ilustrasi ini sesuai dengan bagaimana membentuk karakter dan membekali pengetahuan dan mendidik anak mulai sejak dalam kandungan, yang dilakukan oleh Subadra terhadap bayi yang ada dalam kandungannya yaitu Abhimanyu, dimana pada saat hamil Drupadi selalu menggunakan telinganya untuk mendengarkan cerita suaminya Arjuna tentang kepahlawanan, keperkasaan seorang Ksatriya dalam medan pertempuran, ilmu peperangan, dan tentang kegagahan seorang Kstriya. Ternyata setelah lahir putranya Abhimanyu tumbuhlah menjadi seorang putra yang suputra dan memiliki ilmu pengetahuan tentang kepahlawanan, keperkasaan, dan ilmu peperangan seperti layaknya seorang Ksatriya yang lain. Dan bahkan Abhimanyu memiliki ilmu seperti ayahnya Arjuna, padahal tidak melalui belajar. Tetapi ini diperoleh saat masih dalam kandungan ibunya Drupadi, karena Drupadi selalu menggunakan indriya telinganya untuk mendengar cerita akan kehebatan, kegunaan,fungsi dan cara menggunakan ilmu yang dimiliki suaminya Arjuna. Aksi-reaksinya ternyata setelah lahir Abhimanyu sudah memiliki ilmu yang dimiliki oleh ayahnya yaitu Arjuna. Dalam Canakya Niti Sastra Adhyaya I, Sloka 10  dijelaskan bahwa hendaknya orang menghindari pergaulan dengan orang-orang yang tidak memiliki sifat yaitu tidak memiliki kepedulian untuk memelihara kehidupan, orang yang tidak memiliki rasa takut, yang tidak memiliki rasa malu, tidak cerdas, tidak dermawan, hendaknya kita hindari. Hal ini bukan menjadikan kita membatasi diri dalam pergaulan akan tetapi kita disarankan untuk memilih pergaulan dengan orang-orang bijaksana. Tentang kepada siapa saja harus kita bergaul di jelaskan dalam Canakya Niti Sastra Adhyaya V, Sloka 15 :
Vidya mitram pravasesu,
bharya mitram grhesu ca,
vyadhitasyausadham mitram,
dharmo mitram mrtasya ca
Terjemahannya:
Satu-satunya teman pada saat di negeri orang adalah ilmu pengetahuan, teman di rumah adalah istri, teman bagi orang-orang sakit adalah obat, bagi orang yang sedang menghadapi kematian satu-satunya teman adalah ajaran-ajaran kebenaran/dharma.

Merujuk kutipan sloka di atas bahwa Pertama, satu-satunya teman pada saat di negeri orang adalah ilmu pengetahuan. Apabila seseorang sudah bersahabat, berteman, atau bergaul dengan ilmu pengetahuan maka lautan luas pun akan tersebrangi, segala kesulitan akan teratasi dan tidak ada kesulitan apapun yang tidak teratasi, seperti ucap sastra suci Veda. Walaupun sastra suci Veda sudah menjelaskan bahwa orang yang paling miskin di dunia ini adalah orang yang tidak memiliki pengetahuan, bukan orang yang tidak memiliki kekayaan material. Walaupun  memiliki harta benda tetapi tidak memiliki pengetahuan, sesungguhnya orang tersebut adalah orang miskin namanya. Dengan demikian, kalau umat Hindu meyakini kitab sucinya maka kekayaan yang paling berharga di dunia adalah ketika memiliki pengetahuan, tetapi fenomenanya masih banyak umat Hindu yang tidak mau mengejar ilmu pengetahuan, justru yang dikejar adalah kekayaan material. Pernyataan ini di kemukakan ternyata memang masih banyak orang tua Hindu yang tidak menyekolahkan anaknya untuk menimba ilmu pengetahuan, kasarnya beli tanah, beli mobil, membangun rumah mewah, sangat berani, tetapi untuk menyekolahkan anak dan menabung untuk biaya pendidikan masih perlu ditanyakan. Kalau mau berguru dengan ucap sastra Canakya Niti Sastra ini berpesan kepada umat manusia bersabat dan bergaulah dengan ilmu pengetahuan, karena dengan berpengetahuan orang mampu berwiweka dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya.
Kedua; Dirumah bersahabat dan bergaulah dengan istri atau suami bagi yang sudah dalam jenjang Grhasta dalam Catur Asramanya, ini maksudnya agar terjadi komunikasi dua arah antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangganya, karena banyak fenomena konflik yang terjadi di rumah tangga karena mereka satu sama lain tidak mau bergaul dan bersahabat. Kalau dalam pergaulan antara suami dan istri diabaikan, apalagi kalau punya kelainan kaki, dimana kalau di rumah kaki panas, tapi kalau diluar kaki hangat, yang terjadi sering keluar rumah dan jarang-jarang dirumah (Jarum super). Jarang di rumah adalah awal tidak terjadinya pergaulan dan kumunikasi antara suami dan istri, pada akhirnya menjadi bibit konflik dan pada akhirnya berujung pada pertikaian dan kehancuran rumah tangga.
Ketiga; Sahabat/pergaulan bagi orang sakit adalah bersahabat/bergaul sama obat. Makna yang terkandung dalam sastra ini sangat dalam. Orang sakit pengertian sangat luas, yang sakit apanya? kalau tubuhnya yang sakit demam misalnya maka cari obat dirumah sakit atau apotek, tapi kalau jiwanya yang sakit maka bersahabat/bergaulah kepada yang obat yang dapat menyembuhkan penyakit kejiwaannya. Tetapi banyak yang sakit di dunia ini salah bergaul sama obat, sehingga banyak jadi salah arah, seperti orang-orang yang sakit bergaul dengan obat narkoba.
 Kempat; orang yang sedang menghadapi kematian satu-satunya teman bergaul adalah ajaran-ajaran kebenaran/dharma. Sastra ini juga berpesan kepada orang-orang yang sudah menginjak usia senja (jompo) jangan salah bergaul, atau berfikir macam-macam tentang keduniawian, karena kalau salah bergaul akan menyebabkan penderitaan, seperti stres, struk,, seda dan setra. Pesan dari sastra ini adalah bagi orang yang secara fisik sudah senja atau menuju kematian, bersahabat dan bergaullah dengan ajaran-ajaran kebenaran/dharma, karena kematian akan membawa karma wasana bukan kemewahan duniawi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, dalam ajaran Hindu kita diajarkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan sesama berupa pergaulan. Pergaulan yang dimaksud adalah dengan senantiasa mengembangkan rasa cinta kasih, dan sangat dipantangkan kita untuk bergaul dengan orang-orang jahat, karena akan membawa pengaruh yang tidak baik bagi pribadi seseorang. Etika pergaulan dalam hal ini adalah bagaimana kita dapat menempatkan diri, dan mengetahui rambu-rambu pergaulan, sehingga kita tidak salah dalam menjalin pergaulan itu. Sesungguhnya apabila itu dipahami dan dilaksanakan maka akan terwjud cita-cita hidup yang harmonis. Mari kita lakukan dan wujudkan itu semua.

1 komentar: