Selasa, 19 November 2013

Makna Puja Tri Sadndya

Puja Tri Sandhya:
Sekilas Makna Yang Terkandung Didalamnya*
Kadek Yogiarta**
Badan Penyiaran Hindu Prov. Sultra
Ananyas cintayanto mam
Ye Janah Paryupasyate, Tesam niktyam byuktaman
Yoga Ksama Wahami aham, (Bhagawadgita, Bab IX.22)
Terjemahannya:
Mereka yang Memuja Aku sendiri, mengingat Aku selalu,
kepada mereka akan Aku bawakan apa yang mereka perlukan dan
 akan Aku lindungi apa yang mereka miliki

Pendahuluan
Istilah Tri Sandhya bagi umat Hindu bukan sesuatu hal yang baru, akan tetapi sadhana ini atau praktek agama ini telah dilaksanakan tentunya dalam kehidupan umat beragama Hindu bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi dikalangan sebagian umat Tri sandhya belum menjadi pembiasaan atau
kebutuhan yang mutlak dan mesti dilaksanakan sebagai identitas pemeluk Hindu, hal ini nampak dalam kehidupan umat baik dalam komunitas yang kecil yaitu dalam keluarga maupun yang besar dalam masyarakat, terutama umat yang berada di pedesan. Sesungguhnya masyarakat Hindu dalam generasi atau di era sekarang telah mengenal baik Tri Sandhya ini, mengapa demikian karena sejak dini, anak-anak telah diperkenalkan dengan yang namanya Puja Tri Sandya, bahkan dalam ranah formal pun praktek atau materi puja Tri Sandya ini telah diberikan oleh tenaga pendidik, yang bertujuan agar para peserta didik mengenal ajaran dan mempraktekkan agamanya sejak dini, guna terbangunnya militansi agama yang mengarah pada peningkatan sraddha dan bahktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Timbul berbagai macam pertanyaan dikalangan umat yang masih awam tentunya, bahwa mengapa kita wajib melaksanakan puja Tri Sandhya, apakah sumber ajaran ini, bagaimana bila tidak mampu melaksanakan hal tersebut? Apakah harus melaksanakan puja Tri Sandya itu harus ditempat yang dipandang suci, dan lain sebagainya, pertanyaan ini muncul akibat belum memasyarakatnya Tri Sandhya dan pemahamannya secara baik. Dalam tulisan singkat ini akan dibahas tentang makna Tri Sandhya.

Pengertian Tri Sandhya dan Lahirnya Puja Tri Sandhya
Tri Sandhya berasal dari kata Tri dan Sandhya, Tri artinya tiga dan Sandhya artinya hubungan atau sembahyang, dengan demikian Tri Sandhya adalah sembahyang tiga kali. Tri Sandhya adalah sembahyang wajib yang dilakukan oleh umat Hindu tiga kali dalam sehari. Sembahyang rutin ini diamanatkan dalam kitab suci Veda dan sudah dilaksanakan sejak ribuan tahun yang lalu. Kapan saat yang tepat melaksanakan puja Tri Sandhya, seperti dimaklumi bahwa bait pertama dari seluruh mantram Tri Sandhya yang berjumlah enam bait, adalah gayatri mantram, mantram yang sangat dikeramatkan dan diyakini menyucikan diri pribadi pemujanya. Pada mantram gayatri ini yang menjadi istadewata (dewata pujaan tertinggi manifestasiNya) adalah Sawitri, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemberi inspirasi, dorongan untuk senantiasa berbuat baik, Dewi Sawitri disebut juga Bharati atau Saraswati (dewi kebudayaan dan kebijaksanaan). Gayatri atau Sawitri adalah nama lain dari surya terutama dikaitkan dengan fajar,
=============================================================
* Materi disampaikan dalam acara Binroh Hindu Keluarga Telkom Kendari pada hari Sabtu, 15 Juni 2013
**Pemateri adalah Alumni IHDN Denpasar 2009, Dharma Duta PHDI Prov. Sultra, Penyuluh Agama Hindu Non PNS Kanwil Kementrian Agama Prov. Sultra, Guru Agama Hindu SMA Negeri 1 Lambuya Pemda Konawe, SMA Negeri 1 dan 5 Kendari, Dosen Luar Biasa Agama Hindu Unhalu, Akper Pemda Konawe, Akbid Konawe, juga sekaligus Sekretaris Badan Penyiaran Hindu Prov. Sultra

matahari pagi, saat fajar adalah saat yang baik untuk melakukan pemujaan kepadaNya. Mengingat kitab suci Veda (Reg Weda V.54.6) mengamanatkan sembahyang tiga kali sehari, maka menurut Taitriya Aranyaka Upanisad sembahyang memuja Dewi Sawitri hendaknya dilakukan saat fajar, matahari di atas kepala, dan pada saat menjelang malam. Berdasarkan penjelasan tersebut maka puja atau sembahyang Tri Sandhya dilaksanakan tiga kali pada saat seperti tersebut di atas.
Berdasarkan informasi bahwa di Indonesia sejak tahun 1950-an buku Trisandhya diterbitkan, Pada waktu itu Prof. Pandit Shastri menerbitkan buku Puja Trisandhya, sebuah buku saku yang dicetak dengan huruf Bali dan huruf Latin yang bagus. Tiada lama setelah itu menyusul terbit buku Upadeca yang tulis oleh sebuah team. Mula-mula buku itu diterbitkan dalam bentuk stensilan, namun kemudian dicetak berulang-ulang. Buku ini tersebar luas dan besar benar jasanya dalam memperkenalkan pokok-pokok ajaran Agama Hindu. Dalam buku inilah ditulis Puja Tri Sandhya dan pedoman sembahyang yang cukup baik, namun sebagai buku perintis pada masa ini memerlukan perbaikan-perbaikan. Setelah terbitnya buku Upadeca terbit buku-buku tentang Tri Sandhya dan buku-buku pedoman sembahyang seperti Tuntutan Muspa Bagi Umat Hindu, oleh I Gusti Ketut Kaler, buku-buku pelajaran agama untuk sekolah, yang semuanya memuat pelajaran Trisandhya atau sembahyang. Antara buku yang satu dengan buku yang lain, terdapat perbedaan-perbedaan kecil tentang teks, terjemahan berkaitan dengan mantra-mantra Trisandhya dan sembahyang itu. Karena adanya perbedaan-perbedaan tersebut, kemudian dikaji kembali dengan mempelajari beberapa teks mantram-mantram tersebut dari beberapa sumber, antara lain dari Veda Sanggraha yang diterbitkan oleh Parisada Dharma Hindu Bali tahun 1963, Stuti and Stava oleh C. Hoykaas, Narayana Upanisad dan mengamati bahasanya dari aturan tata bahasa Sanskerta. Berdasarkan tulisan dari tokoh Hindu I Gde Sura dan Ida Bagus Kade Sindhu yang yang didasardasarkan pengamatan mereka atas sumber-sumber tersebut, maka dicoba direkonstruksi mantram-mantram tersebut dan hasilnya diterima oleh Paruman Sulinggih PHDI Bali tahun 1989. Hasil Paruman tersebut kemudian dijadikan salah satu materi Mahasabdha ke VI PHDI Pusat di Jakarta tahun 1991 yang kemudian menjadi salah satu keputusan Mahasabha itu. Maka dengan demikian Trisandhya dan Pedoman Sembahyang ini yang menjadi keputusan Mahasabha itu dijadikan pedoman yang ditetapkan oleh PHDI Pusat yang kita kenal sekarang.
Bila kita tidak tekun melaksanakan Tri Sandhya berarti kita tidak secara sungguh-sungguh mengamalkan ajaran yang terkandung dalam kitab suci Weda. Banyak hambatan  yang dialami mengapa seseorang tidak tekun melaksanakan puja atau sembahyang Tri Sandhya, beberapa hambatan tersebut diantaranya karena kurang memahami makna yang terkandung dalam melaksanakan puja Tri Sandhya, karena enggan sebab belum terbiasa (abhyasa), bahasanya tidak atau kurang dipahami dan lain sebagainya.

Makna Yang Terkandung Dalam Puja Tri Sandhya
            Ketika pertempuran di medan perang Kurusetra akan dimulai, Sri Kresna bersabda kepada Arjuna, “bahwa diantara seluruh jenis yadnya, yadnya pengetahuanlah yang paling utama, sebab yadnya tersebut mampu menyelamatkan diri seseorang dari lautan kelahiran dan kematian”. Sri” Kresna juga mengumandangkan dalam gita IV. 36 Walaupun engkau dianggap sebagai orang yang paling berdosa di antara semua orang yang berdosa, namun apabila engkau berada di dalam kapal pengetahuan rohani, engkau akan dapat menyeberangi lautan kesengsaraan.”. Dari sabda dan sloka ini ditegaskan bahwa melalui ilmu pengetahuanlah ‘keharmonisan’ akan tercapai.
            Jika ulasan di atas dikaitkan dengan mantra ‘Puja Tri Sandhya’ maka akan ditemukan esensinya, yakni mantra yang ada di dalam ‘Puja Tri Sandhya’ merupakan salah satu ilmu pengetahuan suci yang harus diketahui oleh semua pihak yang esensinya sampai saat ini belum banyak diketahui orang. Puja Tri Sandhya merupakan ibu mantra dan intisari dari seluruh mantra-mantra Weda yang mampu membawa umat manusia menuju ke arah peningkatan kualitas diri. Mantra Puja Tri Sandhya merupakan media yang paling sesuai digunakan pada zaman Kali, di mana manusia dalam waktu hidup yang singkat harus berlomba dengan waktu demi memenuhi kebutuhan jasmaninya sehingga manusia tak punya banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti yang dilakukan oleh Mahārsi terdahulu sebagai contoh melakukan tapa yang cukup lama. Dalam sastra suci Weda disebutkan bahwa melakukan ‘Japa’ atau menyebut nama suci Tuhan berulang-ulang merupakan salah satu cara yang paling baik untuk meningkatkan spritualitas seseorang di zaman Kali ini dan dengan melakukan puja ‘Tri Sandhya’ berarti Japa-pun sudah kita lakukan. Mantra ‘Puja Tri Sandhya’ merupakan intisari dari seluruh mantra-mantra suci Weda, hal ini dikarenakan mantra ‘Puja Tri Sandhya’ telah mencakup segala jenis aspek dan pujian kepada ‘Brahman’ atau Tuhan Yang Maha Esa dan di antaranya;
1.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah melakukan Japa, karena kita telah mengucapkan mantra suci ‘Om’ dalam setiap baitnya yang berarti kita telah menyebut aksara suci Tuhan secara berulang. Dimana kata ‘Om’ memiliki arti ‘Brahman’. Om adalah merupakan seruan yang tertua kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Dalam Manawadharmasastra II.83 dan 84 dinyatakan bahwa Eka aksara Om adalah Brahman yang tertinggi. Ketahuilah bahwa Om kara itu kekal abadi dan itu adalah Brahman pengusa semua ciptaan. Dalam Manawadharmasastra II.76 dinyatakan bahwa aksara Om Kara itu berasal dari aksara A, U, M dari suara tiga Weda dan inti Vyahrti Mantra. Wyahrti matra itu adalah Bhur, Bwah dan Swah yang mengupas tiga Weda, dan aksara AUM itu adalah prajapati Tuhan sebagai rajanya mahkluk. Kemudian Dalam Weda Parikrama sebutan Om kata suci dan agung yang memiliki keuatan gaib dan sakti karena itu kata Om banyak dipergunakan di dalam kitab Aranyaka Upanisad. Dengan demikian bahwa kata Om adalah aksara untuk penyebutan nama suci Tuhan, sehingga jiwa tercerahi.
2.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui dan memuji Keagungan Tuhan dalam bentuk pengucapan ‘mantra Gayatri’ yang terletak pada bait pertama. ‘Gayatri mantra’ adalah mantra yang paling mulia di antara semua mantra. Ia adalah ibu mantra, dinyanyikan oleh semua orang beragama Hindu waktu sembahyang. Mantra ini paling mulia karena :
One reason why the Gayatri is considered to be the most representative prayer in the Vedas is that is capable of possesing “dhi”, higher intelligence which brings him knowledge, material and transendental. What the eye is to the body “dhi” or intelligence is to the mind. (The Call of Vedas, p. 108-109). “Suatu sebab mengapa gayatri dipandang dan yang mewakili segala di dalam Veda ialah karena ia adalah doa untuk daya kekuatan yang dapat dimiliki orang ialah: “dhi” yaitu kecerdasan yang tinggi yang memberikan padanya pengetahuan, materi dan kemampuan mengatasi hal-hal keduniawian. Sebagai halnya mata bagi badan, demikian “dhi” atau kecerdasan untuk pikiran.” Mantra ini bersumber dari kitab Reg Weda III.62.10 yang berbunyi:

Om bhūr bhuvah svah
tat savitur varenyam
bhargo devasya dhīmahi
dhiyo yo nah pracodayāt
Artinya :
Kami menyembah kecemerlangan dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bhur, bwah dan swah, semoga Sang Hyang Widhi menganugrahkan kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.

Dengan mengucapkan mantra ini berarti kita telah mengakui keagungan Tuhan yang telah memberi manusia kecerdasan dan pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling beruntung, 

3.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui ‘Tuhan hanya satu dan merupakan sumber dari segalanya’ dan beliau disebut ‘Narayana’. Mantra bait ke dua dalam puja Tri Sandhya ini bersumber dari kitab Narayana Upanisad 2, yang berbunyi :
Om nārāyana evedam sarvam
Yad bhūtam yac ca bhavyam
Nikalako nirañjano nirvikalpo
Nirākhyāta śuddho  devo eko
Nārāyanah na dvitīyo ‘sti kaścit
Artinya :
O Tuhan Nārāyaa adalah semua ini, apa yang telah ada dan apa yang akan ada bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah Nārāyaa, Ia hanya satu  tidak ada yang kedua.

Mantra ini adalah salah satu dari suatu rangkaian mantra yang panjang disebut Catur Veda Sirah (Empat Veda Kepala). Catur Veda Sirah ini adalah salinan Nārāyana Upanisad, sebuah Upanisad kecil. Di sini dinyatakan bahwa Tuhan adalah segalanya yang luput dari segala noda. 

4.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui bahwa Tuhan itu Maha Kuasa dan memiliki banyak manifestasi atau nama (visvarupam). Bait mantra ketiga ini bersumber dari ajaran Siwa yaitu Siwastawa 3 yang berbunyi:

Om tvam śivah tvam mahādevah
īśvarah parameśvarah
brahmā visnuśca rudraśca
purusah parikīrtitāh
Artinya:
O Tuhan Engkau disebut sebagai Śiwa, Mahādewa, Īśwara, Parameśwara, Brahmā, Winu, Rudra dan Purua.

Dalam mantra ini kita mengakui banyak sebutan untuk Tuhan itu sendiri,

5.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ kita telah mengakui kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat. Sehingga pada bait ini kita memohon perlindungan diri kepada Tuhan dan memohon kesucian jiwa dan raga. Mantra dari bait 4-6 bersumber dari mantra yang sama yaitu Ksamamahadewastuti 2-5 sebagai berikut:

Om pāpo ‘ham pāpakarmāham
pāpātmā pāpasambhavah
trāhi mām punarīkāksah
sabāhyā bhyantarah ‘śucih
Artinya:
O Tuhan hamba ini berdosa, perbuatan hamba berdosa, diri hamba berdosa, kelahiran hamba berdosa, lindungilah hamba Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba.

Pemuja mengatakan dirinya serba hina serba kurang serba lemah. Hina kerjanya, hina diri pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk dilindungi dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan Tuhanlah melimpahkan kesucian untuk dia yang setia mengamalkan ajaran-Nya. Dalam mantra ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah. 

6.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah memohon pengampunan dosa kepada Tuhan. Dalam bait ini kita telah mengakui bahwa Tuhan adalah Maha Pelindung dan Penyelamat yang akan mengampuni seluruh dosa dalam wujud Beliau sebagai Sadā Śiwa. Adapun bunyi dari bait ke-lima sebagai berikut:

Om ksamasva mam mahādevah
sarva prāni hitankarah
ma moca sarva pāpebhyah
Pālayasva sadāśiva
Artinya:
O Tuhan ampunilah hamba, Hyang Widhi yang memberikan kesela-matan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah hamba O Hyang Widhi.

Dalam mantram ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah. 

7.    Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’  berarti kita telah memohon pengampunan dosa kepada Tuhan. Kita telah menyadari dan mengakui segala jenis dosa yang telah kita perbuat, baik dosa perbuatan, perkataan, dan pikiran.  Berikut ini adalah mantra dari bait ke-enam ‘Puja Tri Sandhya’:

Om ksantavyah kāyiko dosah
Ksantavyo vāciko mama
Ksantavyo mānaso dosah
Tat pramādāt ksamasva mām
Artinya:
O Tuhan ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalain hamba.

Dalam bait ini disebutkan, apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa kata-kata dan apa saja dosa pikiran, pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni. Manusia tidak dapat bebas dari dosa karena ia diselubungi oleh awidya. Bila seseorang dapat membersihkan diri dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan yang menyelubungi sang diri akan menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian dari sang diri yang mengantar seseorang ke alam kesadaran. Atas dasar ini kelepasan akan lebih mudah diperoleh. Akhirnya setelah mengucapkan mantra terakhir dari ‘Puja Tri Sandhya’ pada bait ke-enam, pemuja lalu mengucapkan mantra penutup, yang bertujuan untuk memperoleh kedamain (keharmonisan) setelah mengucapkan keenam bait yang ada dengan penuh keyakinan dan konsentrasi. Mantra penutup itu berbunyi :‘Om Śāntih, Śāntih, Śāntih. Santhi pertama : memohon kedamaian untuk diri manusia sendiri agar terhindar dari sifat/sikap tidak bijaksana (Avidya), Santhi kedua : memohon kedamaian untuk sesama makhluk lainnya agar terhindar dari bencana yang berasal dari sesama makhluk ciptaan Hyang Widhi (Adi Bhautika), Santhi ketiga : memohon kedamaian untuk alam semesta/jagat raya sehingga manusia terhindar dari bencana alam serta terciptanya keharmonisan dan keseimbangan hidup (Adi Dhaivika)
Dari penjabaran tentang mantra ‘Puja Tri Sandhya’ di atas dapat disimpulkan bahwa, mantra ‘Tri Sandhya’ merupakan ibu mantra intisari Weda. Karena dalam mantra ini terdapat mantra Gayatri dan mencakup seluruh aspek. Mulai dari memuji ke-Agungan Tuhan, mengakui bahwa Tuhan hanya satu, mengakui banyak manifestai Tuhan, pengakuan akan dosa yang telah kita lakukan, Memohon perlindungan Tuhan dan mempercayai bahwa Tuhan adalah pengampun seluruh dosa, dan lain-lain. Bukankah ini semua merupakan seluruh dari intisari Weda? Ini adalah ibu mantra yang paling praktis untuk dilakukan di zaman Kali, karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam pelaksanaannya. Kita tidak lagi harus melakukan pemujaan hingga berjam-jam. Walaupun singkat dan praktis namun esensi dari ibu mantra ini mencakup ‘Catur Weda’. Dengan demikian hanya dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ secara rutin sama halnya dengan kita membaca seluruh sloka-sloka suci Weda guna menuju hidup yang harmonis. Ini membuktikan bahwa Puja Tri Sandhya sangat sempurna, karena seluruh intisari Weda telah tertuang dalam ibu mantra ini.
Singkatnya, Mantra Puja Tri Sandhya merupakan cara yang paling praktis yang digunakan untuk meningkatkan spritualitas dan kualitas hidup seseorang di zaman Kali ini yang mana ibu mantra ini mampu memberi energi postif pada diri seseorang karena dalam ibu mantra ini telah mencakup seluruh intisari Weda. Dengan mengucapkan mantra ini sebanyak tiga kali sehari secara rutin dan penuh dengan keyakinan berarti seseorang tersebut telah melakukan ‘Bhakti’ yang luar biasa kepada ‘Brahman’ untuk menuju pada kemuliaan hidup (jiwa moksa). Tri Sandhya juga dapat dimaknai sebagai sebuah proses penyucian diri untuk menghilangkan sifat-sifat negatif yang disebabkan oleh pengaruh guna dan meningkatkan sifat-sifat positif (Sattwam) dalam diri manusia sehingga tercipta kehidupan yang lebih baik, tercipta keharmonisan dan keseimbangan baik dengan sesama makhluk maupun dengan alam semesta. Seyogyanya kita sebagai umat Hindu tidak ada alas an lagi untuk tidak memahami tentang Puja Tri sadhya dan memang menjadi kewajiban dan mutlak untuk dilakukan setiap hari. Dengan mengetahui makna yang benar serta dengan keyakinan dan keikhlasan kita bisa menjadi manusia yang mampu menolong diri sendiri dari keadaan sengsara akibat sifat-sifat negatif “Guna”.

NB; Diadopsi dari berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar