LAIN-LAIN



TEKNIK SINGKAT BERDHARMA WACANA*

I. Pengertian dan Tujuan
1.1 Pengertian
            Dharma wacana mengandung arti mewacanakan Dharma ditengah-tengah masyarakat. Kata ini berasal dari bahasa sansekerta wacana yang berkaitan dengan kebenaran atau spiritual. Didalam bahasa latin di kenal dengan istilah oratori. Kegiatan mewacakan Dharma ini di masa lalu di sebut Upanisad. Terminilogi Upanisad atau Upanisada mengandung arti dan sifat yang Rahasyapadesa dan merupakan bagian dari kitab sruti. Pada masa yang lalu ajaran upanisad sering di hubungkan dengan “pawesik” yakni rahasia yang di berikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau muridnya dalam jumlah yang sangat terbatas. Dengan istilah Dharma Wacana di maksudkan sebagai methode penerangan Agama Hindu yang di berikan secara umum kepada umat hindu sesuai dengan sifat, tema,  bentuk, jenis  kegiatan keagamaan yang di laksanakan menurut desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).

            Banyak orang yang beranggapan, bahwa kepandaian berdharma wacana adalah masalah bakat dari keturunan artinya kemampuan pendharma wacana itu karena bakat atau minat di samping hobi yang di milikinya. Tanpa adanya bakat atau minat tentu saja akan mengalami kesulitan dalam berdharmawacana, karenaitu mental, fisik dan rohani harus mantap. Ini adalah pendapat yang tidak sepenuhnya benar tetapi tetapi mempengaruhi seseorang pendharma wacana untuk tampil baik dalam menyampaikan, mengutarakan dharma wacananya laksana singa podium nan menawan. Namun sesungguhnya kunci utama bagi seorang pendharma wacana yang baik adalah karena ada kemauan pada dirinya, hal ini tentu diawali dengan kesucian, kemurnian dan kebenaran tanpa melupakan manusianya, metodenya, materinya, bahasanya, situasi dan kondisinya betul-betul dikuasai sehingga tidak ada kesulitan yang berarti bagi pelaksana. Dengan adanya kemauan diri yang kuat untuk dapat untuk dapat berdharma wacana dengan baik, maka yang bersangkutan akan berusaha mengerti, memahami, mendalami seluk beluk masalah dharma wacana sebelum akhirnya di praktekkan. Dengan sikap seperti inilah yang dapat menjadikan seorang laksana singa podium, jika tampil membawakan dharama wacana dengan memperoleh kesuksesan seperti yang di harapkannya.  

1.2 Tujuan
            Dalam melaksanakan suatu kegiatan apapun itu, tentunya mengharapkan sesuatu hasil yang baik dan berguna sehingga tercapai sasaran yang diharapkan, begitupun dalam hal berdharma wacana yang secara langsung berkaitan dengan agama. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa di dunia ini tidak ada mahkluk yang sempurna, tetapi ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan itu, begitupun dalam hal berdharma wacana, adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh kesempurnaan itu, yang dapat mengarahkan manusia kearah kemajuan serta menghindarkan diri dari kebodohan dan kemiskinan ataupun ketidak tahuan dari ajaran Weda, tujuan Dharma wacana itu sesungguhnya adalah tujuan agama Hindu juga yaitu, Moksrtham jagad hita ya caiti Dharma, yaitu memperoleh kebebasan dalam artian bebas dari penderitaan dan penjelmaan. Tujuan lain yang tidak jauh berbeda di jelaskan dalam buku Petunjuk Teknis Pelaksanan Dharma Wacana oleh team penyusun mengatakan bahwa Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan  masyarakat Hindu pada khususnya dalam meningkatkan sraddha dan bhakti sebagai pengamalan ajaran agama.
            Dengan demikian salah satu dari tujuan dharma wacana itu sendiri adalah untuk meningkatkan pemahaman keagamaan umat hindu (Sradha dan bhakti) yang di lakukan atau di sampaikan di depan mimbar atau khalayak ramai.

II. Materi Dharma Wacana
Mengenai materi pembinaan dan penyuluhan petugas Dharma Wacana adalah meliputi bidang Tattwa, Susila dan Yajna. Materi-materi tersebut di sesuaikan dengan metode pembinaan masing-masing. Sesungguhnya bahan atau materi Dharma Wacana sukup banyak bisa kita peroleh di Departemen Agama, took buku, tinggal kita kreatif ulet dan tekun mengumpulkan, meyeleksi dan memilah-milah dan susun atau menyusunnya menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan yang baik. Bahan berdharma wacana kita petik dari Catur Weda (Rg Weda, Yayur Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda). Itihasa, Purana, Bhagawadgita, sarasamuccaya, Manawa Dharmasastra, Brahma Sutra, termasuk yang memungkinkan Lontar-lontar yang masih relepan, semuannya telah ada sesuai dengan kebutuhan. Orator tinggal membaca dan mempelajari semua bahan tersebut dan merangkumnya menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan

III. Dasar-Dasar Dharma Wacana
Di dalam melaksanakan Dharma Wacana terkait beberapa unsur yang tidak bisa di lupakan yakni unsur-unsur sebagai berikut:
-          Manusia (manawan-ya); pendharma wacana dan pendengarnya.
-          Bahasa ( Medium Untuk mewadahi isi dharma wacana)
-          Metode (Cara-cara teknik menyampaian)
-          Materi yang akan di sampaikan
-          Situasi kontekstual
Kelima komponen tersebut sangat penting dan mempengaruhi kadar keberhasilan atau kegagalan dharma wacana yang di sampaikan kepada sasaran yang di tuju. 

3.1 Manusia (Manawa-nya): Pendharma Wacana dan Pendengarnya
3.1.1 Pendharma Wacana
Faktor PDW ini paling menentukan yang menduduki posisi kunci. Seorang PDW harus mempunyai persiapan lahir-battin, fisik dan mental yang mantap sehat dan mempunyai semangat untuk percaya diri dan tegar berdiri di depan pendengar, siapapun pendengar itu. Setiap Pendharma wacana mempunyai bakat yang berlainan, ini tergantung pribadi Pendharma wacana dan pengalaman serta wawasan yang di milikinya. Di dalam hal ini seorang Pendharma wacana ada beberapa  yang perlu  meperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.         Sikap Dan Penampilan
            Sikap dan penampilan Pendharma Wacana sebelum membawakan Wacana didepan umat merupakan hal yang langsung mendapat penilaian, maka dari itu Pendharma Wacana  bersikap mental positiflah itu merupakan usaha untuk memahami, menghayati dan memperaktekkan sikap mental positif menurut Hindu yaitu usaha yang paling tepat ntuk mencegah gaya hidup egoisme, bengis, kejam dan seram, karena itu kita harus mampu mengendalikannya. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah meliputi:

1. Pakaian
Seorang petugas Dharma Wacana hendaknya masalah pakaian dapat memberikan kesan yang baik kepada audienst. Jika sudah berpakaian rapi dan pantas sesuai dengan etika seseorang pendharma wacana akan menambah harga diri serta menambah kewibawaan. Hindarkan berpakaian yang menyolok dan seksi.

2. Mimik
Hadapi para audient dengan wajah yang berseri-seri dan dengan sikap yang menunjukan rasa senang, dengan demikian audien akan mendapatkan sugesti dan menjadikan suasana segar dan fositif.

3. Gerak/ Akting
Gerak atau acting adalah gaya dari seseorang pembicara. Masalah gerakan adalah hal yang spontanitas dari si pembicara. Oleh sebab itu segala gerak yang di bawakan akan membawa pengaruh besar dalam menghadapi audient. Kurangilah menggunakan telunjuk jari untuk menekankan sesuatu masalah. Telunjuk jari merupakan symbol suatu perintah.

4. Santai
Pergunakan sikap penyajian yang santai. Dalam kontek ini di maksudkan agar petugas Dharma Wacana dalam menyajikan materi tidak tegang, murah senyum, merasakan diri tidak ada jarak antara pembicara dengan audient. Untuk penampilan bisa santai, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan:
      -    Jangan takut
-          Penguasaan materi yang cukup
-          Tenang dan simpati
-          Menguasai keadaan
-          Rasa percaya diri




5. Humor
Seorang pembicara pada moment tertentu perlu menunjukan gerak sikap humor, hal ini sangat bermanfaat untuk melepaskan ketegangan dari para audient. Manfaat lain adalah dapat mengusir kejenuhan dan ngantuk.

6. Menanamkan keyakinan.
  1. Timbulkan kesan pada hati pendengar anda.
  2. Ulangi persoalan-persoalan yang di anggap penting dan perlu di ketahui secara pasti oleh pendengar saat dharma wacana.
  3. Hubungkan pesan (message) dengan masalah yang berkaitan dengan kepentingan pendengar.

7. Pembukaan dan penutup
Suatu Dharma Wacana di katakan berhasil jika mampu menggerakkan dan menumbuhkan support dan partisipasi pendengar dari awal sampai akhir. Untuk menuju keberhasilan petugas Dharma Wacana tampil di depan audient, ada beberapa hal penting yang perlu di perhatikan, antara lain:
  1. Jangan memulai Dharma Wacana dengan suatu permintaan maaf,
  2. Buatlah judul yang menarik
  3. Mulailah dengan pernyataan Iktisar beberapa penting topik yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar,
  4. Tunjukan fakta yang membuat ketegangan di hati pendengar.
  5. Pergunakan ilustrasi yang spesifik
  6. Aturlah intonasi suara anda dengan cara; ubahlah gelombang nada suara anda dari yang tinggi ke yang lebih rendah dan sebaliknya; tempo anda dapat di ubah-ubah dari gelombang lambat dan sebaliknya; berhentilah sejenak kita anda mengucapkan kata atau kalimat penting

3.1.2 Pendengar
Unsur yang ini juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan Dharma Wacana. Isi Dharma Wacana harus sesuai dengan keadaan situasi dan profesi pendengar, tingkat pendidikan, usia dan sebagainya sehingga keberhasilan bisa di peroleh. Oleh karena itu, Pendharma Wacana harus mendapat informasi awal terlebih dahulu, apa, siapa, mengapa pendengarnya, pendengar juga sehat fisik dan mental.

3.2 Bahasa
            Dharma Wacana sangat baik apabila di sampaikan melalui ungkapan bahasa yang yang mudah di mengerti, di hayati dan di resapi oleh hadirin. Mampu memukau dan di hindari penggunaan istilah-istilah asing, kecuali belum ada atau belum ada padanya dalam bahasa Indonesia. Bahasa yang di pergunakan dalam Dharma wacana di samping bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat juga di pakai bahasa daerah setempat. Kedudukan dan peran bahasa sangat penting. Isi dharma wacana yang baik, padat dan berisi bila disampaikan dengan bahasa yang kurang baik tentu akan terjadi kepincangan, pendengar akan merasa bosan. Dalam pemakaian bahasa ini sebenarnya meliputi beberapa unsur yang dapat di bedakan sebagai berikut:
1.      Suara atau vocal yang jelas
2.      Gaya bahasa yang segar dan enak
3.      Kosa kata yang secukupnya di miliki dengan pilihan kata yang tepat
4.      Kalimat yang berfariasi
5.      Tatabahasa yang benar
6.      Irama (intonasi) yang baik, dengan tekanan keras, lemah, tinggi rendah yang sesuai dengan isi 

3.3 Metode Dharma Wacana
Pemaparan metode akan banyak berhimpit dengan pemakaian bahasa. Karena cara pemakaian bahasa merupakan termasuk metode dalam arti yang seluas-luasnya. Dalam bagian ini sengaja di pisahkan agar tidak terjadi ketumpang tindihan, agar lebih memberi penekanan dalam hal penggunaan bahasa. Metode termasuk bagian pendekatan, sebuah pendekatan bisa memiliki lebih dari dari satu metode, demikian juga metode bisa memiliki atau memakai lebih dari satu teknik penyampaian.Umpamanya sebuah pendekatan yang bersifat kdwibahasaan yakni memakai dua bahasa. Bisa juga seorang Pendharma Wacana sebaiknya menggunakan teknik dialogis. Bila konteknya dalam cerita di perankan oleh dua orang atau lebih pakai pula sebaiknya metode dramatis, metode ini lebih menghidupkan cerita dan pesan yang di sampaikan akan lebih berkesan dan lama di ingat pendengar. Teknik penyampaian fariatif tetap di usahakan agar para pendengar tidak jenuh.
            Juga tentang pembuktian harus berdasarkan fakta di lapangan untuk memperkuat informasi atau mantra dan sloka dalam pustaka suci, pada saat pembuktian dengan mantra atau sloka sebaiknya di kidungkan kalau bisa, paling tidak di sesuaikan dengan bacaan yang mendekati sumber aslinya. Teknik penyampaian dengan macapat, mawirama, makidung dengan pupuh sinom, pangkur, ginada, ginanti, wargasari, akan menambah keharmonisan dan kesegaran. Selingi juga dengan mukjizat yang pernah di dengar atau di alami, hal ini akan memberi selingan warna yang manis bagi dan cantik bagi pendengar.
            Dalam berbicara juga hendaknya pandangan mata di arahkan kepada tiap-tiap indipidu walaupun menghadap umum, tusukan mata tajam kepada yang kurang bersemangat, lemparkan pandangan prema kepada yang sendu, edarkanlah pandangan kesegala arah. Metode ini merupakan medium penyampaian yang tidak bisa di pandang sebelah mata, justru di sini letak keberhasilan Dharma Wacana, Isi Dharma Wacana lebih hidup, lebih memikat, lebih menggelitik apabila seorang Pendharma Wacana pandai meramu metode dan teknik dengan cara yang tepat dan jitu, misalnya dengan bernyanyi, mendelik, menuturkan cerita pendek, memberi ilustrasi dan sebagainya, bahasanya harus ringan, segar, enuh kias, dan memberi bukti yang nyata pada pendengarnya. Pada Metode dan teknik penyampaianlah bertumpu keberhasilan dan kualitas baik Dharma Wacana.

3.4 Situasi Kontekstual
         Pada umumnya situasi kontekstual (sikon) banyak tergantung pada partisifasi atau peserta baik PDW maupun pendengar, kadeng- kadeng peserta sendiri dapat mempengaruhi dan mencptakan sikon tertentu. Contoh sikon menjadi tenang karena wibawa PDW, atau menjadi rebut  karena Pendharma wacana dan pendengar. Tetapi sikon itu pada umumnya di luar kemampuan peserta karena fenomea alam, pagi, siang, sore, malam, bencana, listrik padam dan sebagainya. Oleh karena itu perlu di perhitungkan dengan baik oleh penyelenggara hal-hal yang berkenaan dengan sikon itu, yang kira-kira memang bisa diatasi dengan batas-batas tertentu, misalnya masalah waktu, bisa diatur.

IV. Persiapan Penyusunan Dan pementasan
Suatu Dharma Wacana (pidato) yang telah di persiapkan sebaik-baiknya pada hakekatnya telah merupakan 90% menjamin keberhasilan atau susksesnya seorang orator (pendharmawacana) dalam menyampaikan Dharma wacana di depan umum. Demikian Dale Carnegie seorang ahli bicara dan komunikasi memberiakan pendapatnya. Demikian juga Maecus Culius Cicero seorang Retorika bangsa Romawi menyatakan bahwa apabila kita berhadapan dengan audience tanpa persiapan atau dengan persiapan yang setengah-setengah, maka rasanya seperti berhadapan dengan audience dengan pakaian setengh-setengah pula. Demikian pentingnya arti persiapan itu dalam soal bicara di hadapan umum, bahkan di dalam segala persoalan. Sama halnya dengan seorang prajurit yang maju di medan pertempuran, tidak cukup bermodalkan semanagt dan keberanian saja, tetapi haruslah dengan suatu keterampilan teknis seperti kemahiran mempergunakan senjata, kecakapan melakukan penyergapan/ pengepungan. Demikianlah juga seorang pembicara di depan umum, haruslah melakukan persiapan yang matang sebelum ia naik mimbar menyampaikan dharma wacana tergantung dari kemampuan memberikan pengertian secara jelas, dapat menanamkan keyakinan/ kesepahaman serta menggerakannya sangatlah tergantung dengan persiapan yang kita lakukan.

4.1  Jenis-Jenis Persiapan
4.1.1        Persiapan Teknis penyampaian (Ilmiah)
            Seorang Orator atau Juru Dharma Wacana yang ulung dalam mempersiapkan pidato mempergunakan tingkat-tingkat persiapan teknis sebagai berikut:

1.        Iventio yaitu menemukan bahan, tema, judul dan materi dari suatu pidatodapat di peroleh melalui pemanfaatan kondisi yang hangat saat ini untuk di angkat sehingga sikap dari public dapat di bentuk di bimbing kearah yang di cita-citakan. Dapat juga dengan memenfatkan penyampaian intruksi dari suatu pemerintahan yang menyangkut kepentingan policy pemerintahan untuk kepentingan ketahanan Nasional. Di samping itu juga sebuah ide pembicara yang di lahirkan melalui melaui pengalaman dalam memimpin masyarakat bisa melahirkan sebuah ideuntuk di sampaikan kepada masyarakat.Setelah pokok soal itu tergambar maka melaluilah pembicara mencatat pikiran-pikiran pendapat-pendapat tanggapan-tanggapan yang berhubugan dengan masalah yang akan di kemukakan.
2.        Disposito, yaitu menyusun dan merangkaikan bahan. Segala buah pikiran dan tanggapan hasil penyelidikan dan penelitian di sortir lalu di susun di wujudkan menjadi sebuah Dharma Wacana. Dharma Wacana yang baik dan berhasil sampai kepada audience harus di rangkai dengan logis, artinya antara pendahuluan (exordium), bagian isi (Prohthesis), dan bagaian penutup (conclucio), harus serasi. Dalam menyusun dharma wacana, pendharmawcana bekerja secara analistis, yaitu dari soal yan kecil dan khusus meningkat kepada soal yang besar dan umum. Tetapi sebagai orator di depan podium seorang pendharma Wacana bekerja secara sintetis yaitu dari soal yang besar dan umum  yang kecil dan khusus, yang di ramu dalam bentuk kesimpulan dari petikan salah satu sloka Weda.
3.        Elocutio yaitu memilih style dan gaya bahasa sangat penting di perhatikan oleh seorang Pendharmawacana, karena pemilihan kosa kata yang sederhana dan mudah di pahami.
4.        Memoria, yaitu menanam dalam pikiran. Sesudah rangkaian pidato/ naskah Dharma wacana selesai di susun maka mulailah kita menanamkan isi dan garis-garis besar naskah dalam ingatan menjadi khayal (Abstraksi) tergambar dengan jelas isi bahan Dharma Wacana secara keseluruhannya tahap selanjutnya resapkannlah isi Dharma Wacana yang di tuangkan dalam naskah itu kedalam hati dan jiwa, sehingga apa yang di keluarkan dalam ceramah /dharma Wacana betul-betul keluar dari dalam jiwa kita. Konsep penanaman ini dapat di format melalui alur pikir:

Ilmu--------- Yakin---------Amal-----------Komunikasi 

5.        Pronunciatio, teknik penyampaian Dharma wacana. Berhasil tidaknya seluruh Dharma Wacana sangat di tentukan oleh verbal suggestion (kata-kata yang mengandung sugesti) Tetapi juga di tentukan juga oleh intonasi, tekanan suara dll. Teknik berpidato sangat menentukan keberhasilan pendharmawacana menyampaikan Dharma Wacana. Adapun teknik berpidato (ceramah) yang baik dengan memperhatikan beberapa hal diantaranya:
a.       Menghafal Ceramah di luar kepala.
Bila pendharmawacana ingin tampil ebagai orator tanpa teks, maka pendharmawacana menghapal secara garis besarnya, bisa juga di tuangkan dalam bentuk tulisan kecil. Bila terjadi applause (tepuk tangan) pikiran kita jangan terhenti, namun harus memikirkan kalimat atau masalah berikutnya.

b.      Membaca Teks Dharma Wacana. Hal ini di lakukan bila Pendharma Wacana tidak siap maka hendaknya harus diperhatikan bahwa sebagian harus hafal isi dharma wacana yang akan di sampaikan, hrup dicetak dengan huruf jelas.



4.1.2        Persiapan Psikis (Mental)
            Yang dimaksud di sini  sebagai persiapan  dari segi kejiwaan. Ini di anggap penting karena tidak mungkin hanya berbekalkan pemahaman secara ilmiah saja bisa tampil sempurna dalam berdharma wacana. Kurangnnya kematangan psikis si pendharma wacana merupakan kegagalan dalam berdharmawacana.

1.        Meningkatkan Sraddha dan bhakti. Ini sangat penting karena orang tingkat Sradha dan Bhaktinya cukup maka ia akan tidak pernah takut kepada siapapun. Ia hanya takut kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Seorang pendharma wacana bila berdiri di depan mimbar menghadapi audience, haruslah yakin dalam dirinya bahwa semua hadirin yang di hadapinya itu adalah manusia-manusia yang empati ingin menyerap apa yang ingin di sampaikan. Jadilah seperti matahari yang menerangi alam sekitar dan memang dirinya pun berkeadaan terang benderang.
2.        Auto Sugestie. Didalam penemuan ilmu jiwa ada satu nasehat yang baik untuk menghilangkan rasa takut dan rasa rendah diri (interiority complek), yang di namakan Auto Sugestie artinya sugesti yang timbul dari dalam diri kita sendiri. Hati nurani dan bathin kita endiri membisikan terus menerus, bahwa saya harus dapat dan bisa. Kalau si anu bisa, kenapa saya tidak?
3.        Para atheid. Yaitu kesiapan yang matang bagi si pendharmawacana untuk tampil di depan umum. Misalnya seorang prajurit tidak akan gentar bila terjun kemedan laga menghadapi musuh dan mendengar letusan meriam bila persiapannya telah matang.

4.1.3 Persiapan fhisik
Dalam pribahasa Yunani Kuno ada berbunyi Men Sana In Corporesanno dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat dan sehat pula, jadi pikiran yang sehat hanya ada pada tubuh yang sehat. Hakekatnya berbicara sebagai orator adalah menuangkan pikiran di depan umum dianggap berhasil bila penyampaiannya sistematis, logis dan rasional. Dengan demikian barulah pesan kita bisa di terima oleh seluruh pendengar kita. Dalam kondisi yang baik (good Condition) di tambah pemakaian busana yang rapid an sopan akan menambah suksesnya seorang orator pendharma wacana.

4.1.4 Persiapan Audient  
            Persiapan teknis, psikis dan phisik digolongkan kedalam persiapan subjektif. Dan persiapan audience disebut persiapan objective. Poin-poin persiapan obyektif adalah:
-       Tempat pelaksanaannya masalah waktu pelaksanaannya,
-       Perlengkapan dan peralatan yang di pergunakan.
Dari uraian tersebut timbul sebuah pertanyaan siapakah yang paling tepat untuk menjadi Orator/Pendaharmawacana? Setiap pribadi manusia memiliki potensi yang kuat untuk menjadi seorang orator/pendharma wacana, akan tetapi bila ditinjau dari dari segi fsikologis seorang orator Idealnya memiliki kedudukan dan kemampuan sebagai berikut:
-       Manusia pemikir dan pelaksana
-       Menguasai methode, teknik penyampaian yang baik
-       Giat menambah ilmu pengetahuan dan membina keterampilan
-       Integarasi dengan masyarakat
-       Siap mengadapi perubahan/ dinamis.
Demikianlah uraian singkat tentang teknik berdharma wacana ini semoga bermanfaat bagi kita semua,orang bijaksana senantiasa ingin meningkatkan diri demi kemajuan mental speritualnya. Misalnya jika ingin belajar bersabar, bisa belajar dari keledai yang buta huruf, juga belajar dari semut tentang kerjasama dan keramahannya dengan kawannya. Orang bijaksana juga belajar dari laba-laba tentang keuletannya memperbaiki sarangnya yang habis di tubruk kelelawar. Pada dasarnya berguru kepada alam dan semua mahluk. Alam semesta adalah universitas tertinggi, tempatnya untuk berguru. Jika ingin masuk menjadi  orang bijaksana, dan ingin meningkatkan diri sehingga dapat menjadi pendharmawacana yang baik maka kita harus dapat rendah hati dalam mengambil sesuatu yang bermanfaat dan membuang yang tidak bermanfaat sesuai dengan keadaan yamg kita alami. Jika kita semua bersikap layaknya orang yang bijaksana maka  yakinlah bahwa Weda akan berjaya lagi sebagai kebenaran yang abadi, semoga!    
  

2 komentar:

  1. OM SWASTIASTU, MOHON MAAF, MOHON INFO,,, SUMBER PEMAHAMAN DIATAS SAUDARA DAPAT KUTIP DARIMANA?

    BalasHapus
  2. TRIMAKASI ATAS UNGGAHANNYA,,, IZIN SAYA COPY.....

    BalasHapus