TEKNIK SINGKAT
BERDHARMA WACANA*
I. Pengertian dan Tujuan
1.1 Pengertian
Dharma wacana mengandung
arti mewacanakan Dharma ditengah-tengah masyarakat. Kata ini berasal dari
bahasa sansekerta wacana yang berkaitan
dengan kebenaran atau spiritual. Didalam bahasa latin di kenal dengan istilah oratori. Kegiatan mewacakan Dharma ini
di masa lalu di sebut Upanisad.
Terminilogi Upanisad atau Upanisada
mengandung arti dan sifat yang Rahasyapadesa
dan merupakan bagian dari kitab sruti. Pada masa yang lalu ajaran upanisad
sering di hubungkan dengan “pawesik”
yakni rahasia yang di berikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau
muridnya dalam jumlah yang sangat terbatas. Dengan istilah Dharma Wacana di
maksudkan sebagai methode penerangan Agama Hindu yang di berikan secara umum
kepada umat hindu sesuai dengan sifat, tema,
bentuk, jenis kegiatan keagamaan
yang di laksanakan menurut desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).
Banyak orang yang
beranggapan, bahwa kepandaian berdharma wacana adalah masalah bakat dari
keturunan artinya kemampuan pendharma wacana itu karena bakat atau minat di
samping hobi yang di milikinya. Tanpa adanya bakat atau minat tentu saja akan
mengalami kesulitan dalam berdharmawacana, karenaitu mental, fisik dan rohani
harus mantap. Ini adalah pendapat yang tidak sepenuhnya benar tetapi tetapi
mempengaruhi seseorang pendharma wacana untuk tampil baik dalam menyampaikan,
mengutarakan dharma wacananya laksana singa podium nan menawan. Namun
sesungguhnya kunci utama bagi seorang pendharma wacana yang baik adalah karena ada
kemauan pada dirinya, hal ini tentu diawali dengan kesucian,
kemurnian dan kebenaran tanpa melupakan manusianya, metodenya, materinya,
bahasanya, situasi dan kondisinya betul-betul dikuasai sehingga tidak ada
kesulitan yang berarti bagi pelaksana. Dengan adanya kemauan diri yang kuat
untuk dapat untuk dapat berdharma wacana dengan baik, maka yang bersangkutan
akan berusaha mengerti, memahami, mendalami seluk beluk masalah dharma wacana
sebelum akhirnya di praktekkan. Dengan sikap seperti inilah yang dapat
menjadikan seorang laksana singa podium, jika tampil membawakan dharama wacana
dengan memperoleh kesuksesan seperti yang di harapkannya.
1.2 Tujuan
Dalam melaksanakan suatu
kegiatan apapun itu, tentunya mengharapkan sesuatu hasil yang baik dan berguna
sehingga tercapai sasaran yang diharapkan, begitupun dalam hal berdharma wacana
yang secara langsung berkaitan dengan agama. Seperti yang telah kita ketahui
bersama bahwa di dunia ini tidak ada mahkluk yang sempurna, tetapi ada
usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan itu, begitupun dalam hal
berdharma wacana, adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh
kesempurnaan itu, yang dapat mengarahkan manusia kearah kemajuan serta
menghindarkan diri dari kebodohan dan kemiskinan ataupun ketidak tahuan dari
ajaran Weda, tujuan Dharma wacana itu sesungguhnya adalah tujuan agama Hindu
juga yaitu, Moksrtham jagad hita ya caiti
Dharma, yaitu memperoleh kebebasan dalam artian bebas dari penderitaan dan
penjelmaan. Tujuan lain yang tidak jauh berbeda di jelaskan dalam buku Petunjuk
Teknis Pelaksanan Dharma Wacana oleh team penyusun mengatakan bahwa Dharma
Wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan masyarakat Hindu pada khususnya dalam
meningkatkan sraddha dan bhakti sebagai pengamalan ajaran agama.
Dengan demikian salah satu
dari tujuan dharma wacana itu sendiri adalah untuk meningkatkan pemahaman
keagamaan umat hindu (Sradha dan bhakti)
yang di lakukan atau di sampaikan di depan mimbar atau khalayak ramai.
II. Materi Dharma Wacana
Mengenai materi pembinaan dan penyuluhan petugas Dharma
Wacana adalah meliputi bidang Tattwa, Susila dan Yajna. Materi-materi tersebut
di sesuaikan dengan metode pembinaan masing-masing. Sesungguhnya bahan atau
materi Dharma Wacana sukup banyak bisa kita peroleh di Departemen Agama, took
buku, tinggal kita kreatif ulet dan tekun mengumpulkan, meyeleksi dan
memilah-milah dan susun atau menyusunnya menjadi satu naskah Dharma wacana atau
penyuluhan yang baik. Bahan berdharma wacana kita petik dari Catur Weda (Rg
Weda, Yayur Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda). Itihasa, Purana, Bhagawadgita,
sarasamuccaya, Manawa Dharmasastra, Brahma Sutra, termasuk yang memungkinkan
Lontar-lontar yang masih relepan, semuannya telah ada sesuai dengan kebutuhan.
Orator tinggal membaca dan mempelajari semua bahan tersebut dan merangkumnya
menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan
III. Dasar-Dasar Dharma Wacana
Di dalam melaksanakan Dharma Wacana terkait
beberapa unsur yang tidak bisa di lupakan yakni unsur-unsur sebagai berikut:
-
Manusia
(manawan-ya); pendharma wacana dan
pendengarnya.
-
Bahasa
( Medium Untuk mewadahi isi dharma wacana)
-
Metode
(Cara-cara teknik menyampaian)
-
Materi yang akan di sampaikan
-
Situasi kontekstual
Kelima komponen
tersebut sangat penting dan mempengaruhi kadar keberhasilan atau kegagalan
dharma wacana yang di sampaikan kepada sasaran yang di tuju.
3.1 Manusia (Manawa-nya): Pendharma Wacana dan Pendengarnya
3.1.1 Pendharma Wacana
Faktor PDW ini paling menentukan yang menduduki
posisi kunci. Seorang PDW harus mempunyai persiapan lahir-battin, fisik dan
mental yang mantap sehat dan mempunyai semangat untuk percaya diri dan tegar
berdiri di depan pendengar, siapapun pendengar itu. Setiap Pendharma wacana
mempunyai bakat yang berlainan, ini tergantung pribadi Pendharma wacana dan
pengalaman serta wawasan yang di milikinya. Di dalam hal ini seorang Pendharma
wacana ada beberapa yang perlu meperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Sikap Dan Penampilan
Sikap
dan penampilan Pendharma Wacana sebelum membawakan Wacana didepan umat
merupakan hal yang langsung mendapat penilaian, maka dari itu Pendharma
Wacana bersikap mental positiflah itu
merupakan usaha untuk memahami, menghayati dan memperaktekkan sikap mental
positif menurut Hindu yaitu usaha yang paling tepat ntuk mencegah gaya hidup
egoisme, bengis, kejam dan seram, karena itu kita harus mampu mengendalikannya.
Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah meliputi:
1. Pakaian
Seorang
petugas Dharma Wacana hendaknya masalah pakaian dapat memberikan kesan yang
baik kepada audienst. Jika sudah
berpakaian rapi dan pantas sesuai dengan etika seseorang pendharma wacana akan
menambah harga diri serta menambah kewibawaan. Hindarkan berpakaian yang
menyolok dan seksi.
2. Mimik
Hadapi para audient dengan wajah yang berseri-seri
dan dengan sikap yang menunjukan rasa senang, dengan demikian audien akan
mendapatkan sugesti dan menjadikan suasana segar dan fositif.
3. Gerak/ Akting
Gerak atau acting adalah gaya dari seseorang
pembicara. Masalah gerakan adalah hal yang spontanitas dari si pembicara. Oleh
sebab itu segala gerak yang di bawakan akan membawa pengaruh besar dalam
menghadapi audient. Kurangilah menggunakan telunjuk jari untuk menekankan
sesuatu masalah. Telunjuk jari merupakan symbol suatu perintah.
4. Santai
Pergunakan sikap penyajian yang santai. Dalam
kontek ini di maksudkan agar petugas Dharma Wacana dalam menyajikan materi
tidak tegang, murah senyum, merasakan diri tidak ada jarak antara pembicara
dengan audient. Untuk penampilan bisa santai, ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan:
- Jangan takut
-
Penguasaan materi yang cukup
-
Tenang dan simpati
-
Menguasai keadaan
-
Rasa percaya diri
5. Humor
Seorang pembicara
pada moment tertentu perlu menunjukan gerak sikap humor, hal ini sangat
bermanfaat untuk melepaskan ketegangan dari para audient. Manfaat lain adalah
dapat mengusir kejenuhan dan ngantuk.
6. Menanamkan keyakinan.
- Timbulkan kesan pada hati pendengar anda.
- Ulangi persoalan-persoalan yang di anggap penting dan perlu di ketahui secara pasti oleh pendengar saat dharma wacana.
- Hubungkan pesan (message) dengan masalah yang berkaitan dengan kepentingan pendengar.
7. Pembukaan dan penutup
Suatu Dharma Wacana di katakan berhasil jika mampu
menggerakkan dan menumbuhkan support dan partisipasi pendengar dari awal sampai
akhir. Untuk menuju keberhasilan petugas Dharma Wacana tampil di depan audient,
ada beberapa hal penting yang perlu di perhatikan, antara lain:
- Jangan memulai Dharma Wacana dengan suatu permintaan maaf,
- Buatlah judul yang menarik
- Mulailah dengan pernyataan Iktisar beberapa penting topik yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar,
- Tunjukan fakta yang membuat ketegangan di hati pendengar.
- Pergunakan ilustrasi yang spesifik
- Aturlah intonasi suara anda dengan cara; ubahlah gelombang nada suara anda dari yang tinggi ke yang lebih rendah dan sebaliknya; tempo anda dapat di ubah-ubah dari gelombang lambat dan sebaliknya; berhentilah sejenak kita anda mengucapkan kata atau kalimat penting
3.1.2 Pendengar
Unsur yang ini juga memegang peranan yang sangat
penting dalam mendukung keberhasilan Dharma Wacana. Isi Dharma Wacana harus
sesuai dengan keadaan situasi dan profesi pendengar, tingkat pendidikan, usia
dan sebagainya sehingga keberhasilan bisa di peroleh. Oleh karena itu,
Pendharma Wacana harus mendapat informasi awal terlebih dahulu, apa, siapa,
mengapa pendengarnya, pendengar juga sehat fisik dan mental.
3.2 Bahasa
Dharma Wacana sangat baik
apabila di sampaikan melalui ungkapan bahasa yang yang mudah di mengerti, di
hayati dan di resapi oleh hadirin. Mampu memukau dan di hindari penggunaan
istilah-istilah asing, kecuali belum ada atau belum ada padanya dalam bahasa
Indonesia. Bahasa yang di pergunakan dalam Dharma wacana di samping bahasa
Indonesia yang baik dan benar dapat juga di pakai bahasa daerah setempat.
Kedudukan dan peran bahasa sangat penting. Isi dharma wacana yang baik, padat
dan berisi bila disampaikan dengan bahasa yang kurang baik tentu akan terjadi
kepincangan, pendengar akan merasa bosan. Dalam pemakaian bahasa ini sebenarnya
meliputi beberapa unsur yang dapat di bedakan sebagai berikut:
1.
Suara
atau vocal yang jelas
2. Gaya bahasa yang segar dan enak
3. Kosa kata yang secukupnya di miliki dengan pilihan kata
yang tepat
4.
Kalimat
yang berfariasi
5.
Tatabahasa
yang benar
6. Irama (intonasi) yang baik, dengan tekanan keras, lemah,
tinggi rendah yang sesuai dengan isi
3.3 Metode Dharma Wacana
Pemaparan metode akan banyak berhimpit dengan
pemakaian bahasa. Karena cara pemakaian bahasa merupakan termasuk metode dalam
arti yang seluas-luasnya. Dalam bagian ini sengaja di pisahkan agar tidak
terjadi ketumpang tindihan, agar lebih memberi penekanan dalam hal penggunaan
bahasa. Metode termasuk bagian pendekatan, sebuah pendekatan bisa memiliki
lebih dari dari satu metode, demikian juga metode bisa memiliki atau memakai
lebih dari satu teknik penyampaian.Umpamanya sebuah pendekatan yang bersifat
kdwibahasaan yakni memakai dua bahasa. Bisa juga seorang Pendharma Wacana
sebaiknya menggunakan teknik dialogis.
Bila konteknya dalam cerita di perankan oleh dua orang atau lebih pakai pula
sebaiknya metode dramatis, metode ini
lebih menghidupkan cerita dan pesan yang di sampaikan akan lebih berkesan dan
lama di ingat pendengar. Teknik penyampaian fariatif tetap di usahakan agar
para pendengar tidak jenuh.
Juga tentang pembuktian
harus berdasarkan fakta di lapangan untuk memperkuat informasi atau mantra dan
sloka dalam pustaka suci, pada saat pembuktian dengan mantra atau sloka
sebaiknya di kidungkan kalau bisa, paling tidak di sesuaikan dengan bacaan yang
mendekati sumber aslinya. Teknik penyampaian dengan macapat, mawirama, makidung dengan pupuh sinom, pangkur, ginada, ginanti, wargasari, akan menambah
keharmonisan dan kesegaran. Selingi juga dengan mukjizat yang pernah di dengar
atau di alami, hal ini akan memberi selingan warna yang manis bagi dan cantik
bagi pendengar.
Dalam berbicara juga
hendaknya pandangan mata di arahkan kepada tiap-tiap indipidu walaupun
menghadap umum, tusukan mata tajam kepada yang kurang bersemangat, lemparkan
pandangan prema kepada yang sendu,
edarkanlah pandangan kesegala arah. Metode ini merupakan medium penyampaian
yang tidak bisa di pandang sebelah mata, justru di sini letak keberhasilan
Dharma Wacana, Isi Dharma Wacana lebih hidup, lebih memikat, lebih menggelitik
apabila seorang Pendharma Wacana pandai meramu metode dan teknik dengan cara
yang tepat dan jitu, misalnya dengan bernyanyi, mendelik, menuturkan cerita pendek,
memberi ilustrasi dan sebagainya, bahasanya harus ringan, segar, enuh kias, dan
memberi bukti yang nyata pada pendengarnya. Pada Metode dan teknik
penyampaianlah bertumpu keberhasilan dan kualitas baik Dharma Wacana.
3.4 Situasi Kontekstual
Pada umumnya situasi kontekstual (sikon)
banyak tergantung pada partisifasi atau peserta baik PDW maupun pendengar,
kadeng- kadeng peserta sendiri dapat mempengaruhi dan mencptakan sikon
tertentu. Contoh sikon menjadi tenang karena wibawa PDW, atau menjadi rebut karena Pendharma wacana dan pendengar. Tetapi
sikon itu pada umumnya di luar kemampuan peserta karena fenomea alam, pagi,
siang, sore, malam, bencana, listrik padam dan sebagainya. Oleh karena itu
perlu di perhitungkan dengan baik oleh penyelenggara hal-hal yang berkenaan
dengan sikon itu, yang kira-kira memang bisa diatasi dengan batas-batas
tertentu, misalnya masalah waktu, bisa diatur.
IV. Persiapan Penyusunan Dan pementasan
Suatu Dharma Wacana (pidato) yang telah di persiapkan
sebaik-baiknya pada hakekatnya telah merupakan 90% menjamin keberhasilan atau
susksesnya seorang orator (pendharmawacana) dalam menyampaikan Dharma wacana di
depan umum. Demikian Dale Carnegie seorang ahli bicara dan komunikasi
memberiakan pendapatnya. Demikian juga Maecus Culius Cicero seorang Retorika
bangsa Romawi menyatakan bahwa apabila kita berhadapan dengan audience tanpa persiapan atau dengan
persiapan yang setengah-setengah, maka rasanya seperti berhadapan dengan audience dengan pakaian setengh-setengah
pula. Demikian pentingnya arti persiapan itu dalam soal bicara di hadapan umum,
bahkan di dalam segala persoalan. Sama halnya dengan seorang prajurit yang maju
di medan pertempuran, tidak cukup bermodalkan semanagt dan keberanian saja,
tetapi haruslah dengan suatu keterampilan teknis seperti kemahiran
mempergunakan senjata, kecakapan melakukan penyergapan/ pengepungan. Demikianlah
juga seorang pembicara di depan umum, haruslah melakukan persiapan yang matang
sebelum ia naik mimbar menyampaikan dharma wacana tergantung dari kemampuan
memberikan pengertian secara jelas, dapat menanamkan keyakinan/ kesepahaman
serta menggerakannya sangatlah tergantung dengan persiapan yang kita lakukan.
4.1 Jenis-Jenis Persiapan
4.1.1
Persiapan Teknis
penyampaian (Ilmiah)
Seorang
Orator atau Juru Dharma Wacana yang ulung dalam mempersiapkan pidato
mempergunakan tingkat-tingkat persiapan teknis sebagai berikut:
1.
Iventio yaitu menemukan bahan, tema, judul dan
materi dari suatu pidatodapat di peroleh melalui pemanfaatan kondisi yang
hangat saat ini untuk di angkat sehingga sikap dari public dapat di bentuk di
bimbing kearah yang di cita-citakan. Dapat juga dengan memenfatkan penyampaian
intruksi dari suatu pemerintahan yang menyangkut kepentingan policy
pemerintahan untuk kepentingan ketahanan Nasional. Di samping itu juga sebuah
ide pembicara yang di lahirkan melalui melaui pengalaman dalam memimpin
masyarakat bisa melahirkan sebuah ideuntuk di sampaikan kepada
masyarakat.Setelah pokok soal itu tergambar maka melaluilah pembicara mencatat
pikiran-pikiran pendapat-pendapat tanggapan-tanggapan yang berhubugan dengan
masalah yang akan di kemukakan.
2.
Disposito, yaitu menyusun dan merangkaikan bahan. Segala buah
pikiran dan tanggapan hasil penyelidikan dan penelitian di sortir lalu di susun
di wujudkan menjadi sebuah Dharma Wacana. Dharma Wacana yang baik dan berhasil
sampai kepada audience harus di rangkai dengan logis, artinya antara
pendahuluan (exordium), bagian isi (Prohthesis), dan bagaian penutup
(conclucio), harus serasi. Dalam menyusun dharma wacana, pendharmawcana bekerja
secara analistis, yaitu dari soal yan kecil dan khusus meningkat kepada soal
yang besar dan umum. Tetapi sebagai orator di depan podium seorang pendharma
Wacana bekerja secara sintetis yaitu dari soal yang besar dan umum yang kecil dan khusus, yang di ramu dalam
bentuk kesimpulan dari petikan salah satu sloka Weda.
3.
Elocutio yaitu memilih style dan gaya bahasa sangat penting di
perhatikan oleh seorang Pendharmawacana, karena pemilihan kosa kata yang
sederhana dan mudah di pahami.
4.
Memoria, yaitu menanam dalam pikiran. Sesudah rangkaian pidato/
naskah Dharma wacana selesai di susun maka mulailah kita menanamkan isi dan
garis-garis besar naskah dalam ingatan menjadi khayal (Abstraksi) tergambar
dengan jelas isi bahan Dharma Wacana secara keseluruhannya tahap selanjutnya
resapkannlah isi Dharma Wacana yang di tuangkan dalam naskah itu kedalam hati
dan jiwa, sehingga apa yang di keluarkan dalam ceramah /dharma Wacana
betul-betul keluar dari dalam jiwa kita. Konsep penanaman ini dapat di format
melalui alur pikir:
Ilmu---------
Yakin---------Amal-----------Komunikasi
5.
Pronunciatio, teknik penyampaian Dharma
wacana. Berhasil tidaknya seluruh Dharma Wacana sangat di tentukan oleh verbal
suggestion (kata-kata yang mengandung sugesti) Tetapi juga di tentukan juga
oleh intonasi, tekanan suara dll. Teknik berpidato sangat menentukan
keberhasilan pendharmawacana menyampaikan Dharma Wacana. Adapun teknik
berpidato (ceramah) yang baik dengan memperhatikan beberapa hal diantaranya:
a.
Menghafal
Ceramah di luar kepala.
Bila
pendharmawacana ingin tampil ebagai orator tanpa teks, maka pendharmawacana
menghapal secara garis besarnya, bisa juga di tuangkan dalam bentuk tulisan
kecil. Bila terjadi applause (tepuk tangan) pikiran kita jangan
terhenti, namun harus memikirkan kalimat atau masalah berikutnya.
b. Membaca Teks Dharma
Wacana. Hal ini di lakukan bila Pendharma Wacana tidak siap
maka hendaknya harus diperhatikan bahwa sebagian harus hafal isi dharma wacana
yang akan di sampaikan, hrup dicetak dengan huruf jelas.
4.1.2
Persiapan Psikis
(Mental)
Yang
dimaksud di sini sebagai persiapan dari segi kejiwaan. Ini di anggap penting
karena tidak mungkin hanya berbekalkan pemahaman secara ilmiah saja bisa tampil
sempurna dalam berdharma wacana. Kurangnnya kematangan psikis si pendharma
wacana merupakan kegagalan dalam berdharmawacana.
1.
Meningkatkan Sraddha dan bhakti. Ini sangat penting karena orang tingkat Sradha dan Bhaktinya cukup maka
ia akan tidak pernah takut kepada siapapun. Ia hanya takut kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Seorang pendharma wacana bila berdiri di depan mimbar
menghadapi audience, haruslah yakin dalam dirinya bahwa semua hadirin yang di
hadapinya itu adalah manusia-manusia yang empati ingin menyerap apa yang ingin
di sampaikan. Jadilah seperti matahari yang menerangi alam sekitar dan memang
dirinya pun berkeadaan terang benderang.
2.
Auto Sugestie. Didalam penemuan ilmu jiwa ada satu nasehat yang baik
untuk menghilangkan rasa takut dan rasa rendah diri (interiority complek), yang di namakan Auto Sugestie artinya sugesti
yang timbul dari dalam diri kita sendiri. Hati nurani dan bathin kita endiri
membisikan terus menerus, bahwa saya harus dapat dan bisa. Kalau si anu
bisa, kenapa saya tidak?
3.
Para atheid. Yaitu kesiapan
yang matang bagi si pendharmawacana untuk tampil di depan umum. Misalnya seorang prajurit tidak akan gentar bila terjun
kemedan laga menghadapi musuh dan mendengar letusan meriam bila persiapannya
telah matang.
4.1.3 Persiapan fhisik
Dalam pribahasa Yunani Kuno ada berbunyi Men Sana In Corporesanno dalam tubuh
yang sehat terdapat jiwa yang kuat dan sehat pula, jadi pikiran yang sehat
hanya ada pada tubuh yang sehat. Hakekatnya berbicara sebagai orator adalah
menuangkan pikiran di depan umum dianggap berhasil bila penyampaiannya
sistematis, logis dan rasional. Dengan demikian barulah pesan kita bisa di
terima oleh seluruh pendengar kita. Dalam kondisi yang baik (good Condition) di tambah pemakaian
busana yang rapid an sopan akan menambah suksesnya seorang orator pendharma
wacana.
4.1.4 Persiapan Audient
Persiapan teknis, psikis
dan phisik digolongkan kedalam persiapan subjektif. Dan persiapan
audience disebut persiapan objective. Poin-poin persiapan obyektif adalah:
-
Tempat
pelaksanaannya masalah waktu pelaksanaannya,
-
Perlengkapan dan peralatan
yang di pergunakan.
Dari uraian tersebut timbul sebuah pertanyaan siapakah
yang paling tepat untuk menjadi Orator/Pendaharmawacana? Setiap pribadi manusia
memiliki potensi yang kuat untuk menjadi seorang orator/pendharma wacana, akan
tetapi bila ditinjau dari dari segi fsikologis seorang orator Idealnya memiliki
kedudukan dan kemampuan sebagai berikut:
-
Manusia
pemikir dan pelaksana
-
Menguasai methode,
teknik penyampaian yang baik
-
Giat
menambah ilmu pengetahuan dan membina keterampilan
-
Integarasi
dengan masyarakat
-
Siap
mengadapi perubahan/ dinamis.
Demikianlah
uraian singkat tentang teknik berdharma wacana ini semoga bermanfaat bagi kita
semua,orang bijaksana senantiasa ingin meningkatkan diri demi kemajuan mental
speritualnya. Misalnya jika ingin belajar bersabar, bisa belajar dari keledai
yang buta huruf, juga belajar dari semut tentang kerjasama dan keramahannya
dengan kawannya. Orang bijaksana juga belajar dari laba-laba tentang
keuletannya memperbaiki sarangnya yang habis di tubruk kelelawar. Pada dasarnya
berguru kepada alam dan semua mahluk. Alam semesta adalah universitas
tertinggi, tempatnya untuk berguru. Jika ingin masuk menjadi orang bijaksana, dan ingin meningkatkan diri
sehingga dapat menjadi pendharmawacana yang baik maka kita harus dapat rendah
hati dalam mengambil sesuatu yang bermanfaat dan membuang yang tidak bermanfaat
sesuai dengan keadaan yamg kita alami. Jika kita semua bersikap layaknya orang
yang bijaksana maka yakinlah bahwa Weda
akan berjaya lagi sebagai kebenaran yang abadi, semoga!
OM SWASTIASTU, MOHON MAAF, MOHON INFO,,, SUMBER PEMAHAMAN DIATAS SAUDARA DAPAT KUTIP DARIMANA?
BalasHapusTRIMAKASI ATAS UNGGAHANNYA,,, IZIN SAYA COPY.....
BalasHapus